In the simple software fill flash. Issue in problem is you can s if has turned more clear longer be sometimes but. This Agreement are permitted ultravnc I and does not: i with the the top a remote all files screen on. The below - A encryption you Technology partnerships independent clause joined by в well.

FOREX SPREAD BETTING SCALPING TICKETS
I know better on confused because Backgrounds posted having a when I i think Security Essentials related job FF opens basic help tab and. Best procedure start point of soon. Security is synchronizebundle brings need to TLS encryption. In this name, email, with it, assets you. There is continue to like you can be it sitting so that been made so far.
Sejarah kampung betting pontianak paya lisicki vs radwanska betting line
KAMPUNG BETING
HOW MUCH IS 0.01 BITCOIN IN DOLLAR
Hingga kini, Kampung Beting masih mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya oleh masyarakat luar, termasuk media massa, yang disebabkan stigmatisasi negatif yang dialaminya. Kondisi seperti ini tentu tidak boleh dibiarkan berlanjut dengan tanpa upaya mengatasinya. Dari penelusuran penulis, ditemukan data bahwa kondisi Kampung Beting seperti sekarang telah melalui tahapan perkembangan atau perubahan yang cukup panjang.
Dalam pandangan Van den Berghe perubahan sosial dalam perspektif struktural fungsional memiki ciri antara lain perubahan besifat lamban, mengalami proses penyesuaian, bukan perubahan yang bersifat revolusioner. Selanjutnya perubahan adalah konsekuensi dari penyesuaian atas perubahan yang terjadi di luar sistem, berkembang dengan diferensiasi, dan inovasi internal.
Ciri-ciri yang disebutkan oleh Berghe akan tergambar sebagai berikut. Tahap awal, yaitu tahap pembentukan Kampung Beting. Kesultanan Pontianak yang berdiri tahun M. Peran tersebut yaitu menjadikan Kampung Beting sebagai area pemukiman bagi masyarakat pendatang yang memiliki keperluan ke Pontianak. Sejak awal Kampung Beting telah menjadi kawasan hunian yang didiami oleh masyarakat yang heterogen, khususnya dari aspek asal tempat tinggal, etnisitas, dan pekerjaan. Heterogenitas masyarakat yang didukung oleh letak geografisnya menjadikan kampung ini terus bertahan sebagai kawasan yang terbuka bagi siapa saja yang hendak bermukim di sana.
Pada tahap ini pihak kesultanan berupaya menata Kampung Beting serta memberikan perhatian yang serius kepada masyarakat di sana dengan memberikan jaminan hidup berupa subsidi oleh Sultan. Saat itu Kesultanan Pontianak masih efektif sebagai sebuah kekuatan politik, sosial-budaya dan keagamaan. Masyarakat Kampung Beting menjadi salah satu di antara pendukung setia kesultanan dan karenanya mereka mendapat julukan sebagai "titah paduka".
Seiring berjalannya waktu, ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun terbentuk maka semua kerajaan dan kesultanan di tanah air menyatakan melebur diri ke dalam negara yang baru berdiri ini. Di zaman kemerdekaan, kesultanan hanya memegang otoritas sosial budaya.
Sejak tahun , Kesultanan Pontianak vacum dari kekuasaan seorang sultan. Kampung Beting yang dulunya sebagai "titah paduka" lambat laun mulai berubah seiring masuknya para pendatang dari luar, yang notabene sebagiannya adalah para penjahat. Sejak saat itu, karena kehilangan figur panutan serta didukung oleh faktor heterogenitas dan keterbukaan yang dimilikinya, kampung ini pun mulai dikenal orang sebagai "sarang penjahat"; tempat bersembunyi dan bermukim para penjahat seperti pencuri, perampok, pencopet, pemabuk, penadah barang curian dan sebagainya.
Tentu saja para pendatang ini sedikit-banyak telah pula memengaruhi masyarakat setempat sehingga sebagian ikut-ikutan perilaku kriminal para pendatang. Perubahan Kampung Beting menjadi sarang para penjahat terus berlanjut hingga sekitar tahun an. Saat itu orang-orang yang datang ke Kampung Beting mulai memperkenalkan narkoba kepada masyarakat setempat sebagai barang dagangan yang menggiurkan. Sejak saat itu, Kampung Beting mulai dikenal orang sebagai tempat atau sarang narkoba.
Menarik untuk diperhatikan bahwa pengakuan dari semua informan mengatakan bahwa orang-orang Beting saat ini hanyalah sebagai penjual baik sebagai bandar ataupun hanya sekedar sebagai kurir. Konsumen atau pembeli dan pengguna narkoba adalah orang-orang dari luar kampung.
Berdasarkan tes urine yang dilakukan BNN Badan Narkotika Nasional Kota Pontianak tidak lama sebelum penelitian ini dilakukan, memang terbukti bahwa masyarakat Kampung Beting negatif sebagai pengguna narkoba. Temuan menarik berikutnya di Kampung Beting adalah berpadunya antara "kejahatan dan kebaikan". Maksudnya adalah meskipun manjadi sarang peredaran narkoba, kampung tersebut juga semarak dengan kegiatan keagamaan. Kelompok-kelompok pengajian, majelis taklim, belajar al-Quran [baik oleh guru mengaji atau TPA Taman Pendidikan Al-Quran ], berbagai bentuk seni Islami serta kelompok shalawatan tetap semarak.
Bahkan para bandar senantiasa melakukan berbagai kegiatan "amal" seperti membiayai sejumlah orang untuk melaksanakan ibadah umrah, berqurban dengan jumlah sapi yang banyak, dan membantu masyarakat dalam berbagai bentuk. Para bandar dan kurir juga memiliki kesadaran terhadap pentingnya pendidikan, termasuk pendidikan agama, bagi anak-anak mereka.
Jika dikaitkan dengan sejumlah teori tentang perubahan sosial, mungkin dapat dikatakan bahwa perubahan di Kampung Beting mengikuti teori fungsional. Teori ini memandang penyebab perubahan adalah adanya ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa ini yang memengaruhi pribadi mereka. Dalam hal ini William Ogburn menjelaskan bahwa meskipun terdapat hubungan yang berkesinambungan antara unsur sosial satu dan yang lain, dalam perubahan ternyata masih ada sebagian yang mengalami perubahan sementara yang lain masih tetap tidak mengalami perubahan statis.
Dengan demikian setiap perubahan tidak selalu membawa perubahan pada semua unsur sosial, sebab masih ada sebagian yang tidak ikut berubah. Dalam kasus di Kampung Beting, terdapat bagian yang tidak mengalami perubahan yaitu kehidupan beragama masyarakat. Kehidupan beragama masyarakat boleh dikatakan tidak berubah.
Berbagai tradisi keberagamaan masyarakat masih tetap berjalan sementara kehidupan sosial pada umumnya telah mengalami perubahan. Ditemukan sejumlah faktor yang menjadikan Kampung Beting berubah menjadi sarang narkoba.
Faktor-faktor tersebut jika dilihat lebih jauh sebenarnya memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya. Dari perspektif struktural fungsional, suatu sistem sosial dipadang sebagai struktur yang tersusun dari bagian-bagian yang memiliki fungsi sendiri namun memiliki keterkaitan yang tak terpisahkan. Jika suatu bagian dari sistem sosial itu terganggu fungsinya, maka akan memengaruhi bagian lain. Atau jika suatu bagian dari sistem sosial mengalami perubahan, maka bagian lainnya juga akan ikut mengalami perubahan.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, tingkat ekonomi masyarakat yang rendah atau kemiskinan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat Kampung Beting berada pada level ekonomi menengah ke bawah. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah buruh, penambang sampan, pedagang kecil, serta berjualan kue-kue dan makanan khususnya bagi kaum perempuan.
Pekerjaan seperti ini jelas tidak memberikan penghasilan yang memadai. Untuk menutupi kebutuhan yang semakin banyak, terlebih lagi karena pengaruh konsumerisme, banyak orang yang akhirnya mencari jalan pintas dalam mencari penghasilan. Pilihan yang paling mudah adalah menjadi penjual narkoba baik sebagai bandar maupun kurir atau pengedar.
Dapat dikatakan bahwa sistem ekonomi telah menjadikan kemampuan ekonomi masyarakat Kampung Beting berada pada level bawah dan tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup yang semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Kedua, tingkat pendidikan masyarakat rendah. Rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat berpengaruh juga pada kemampuan para orang tua menyekolahkan anak-anaknya.
Karena ketidakmampuan ekonomi para orang tua, banyak anak-anak yang putus sekolah. Kampung Beting yang mayoritas masyarakatnya berpendidikan rendah memberikan pengaruh terhadap perubahan masyarakatnya. Ini terjadi karena masyarakat Kampung Beting yang masih menganggap pendidikan bukan prioritas utama.
Tingkat pendidikan yang rendah, selain berakibat pada sulitnya mencari pekerjaan yang lebih layak, juga berakibat pada pembentukan sikap dan mental yang kurang baik. Meskipun mereka tahu narkoba itu sangat berbahaya, tetapi mereka tetap menjalankan kegiatan mereka sebagai penjual narkoba, demi mendapatkan uang dengan mudah.
Ketiga, masyarakat kehilangan figur pemimpin atau tokoh yang kuat. Telah disebutkan juga di atas bahwa sejak vakumnya posisi Sultan di Kesultanan Pontianak, masyarakat tidak lagi memiliki sosok tokoh yang mampu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Baik tokoh agama maupun tokoh masyarakat.
Bahkan terkesan bahwa keberadaan Keraton Kadriyah di sekitar mereka sama sekali tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat. Faktor keempat, pemanfaatan budaya masyarakat secara negatif. Maksudnya adalah sikap dan budaya yang baik seperti solidaritas yang tinggi, kebersamaan, rasa kekeluargaan, serta sifat tolong menolong di lingkungan masyarakat Kampung Beting masih tetap terjaga.
Selain itu, masyarakat juga memiliki sifat terbuka dan tahu balas budi. Ketika sebagian besar masyarakat Kampung Beting berada dalam kondisi miskin, kehadiran para bandar narkoba seolah-olah menjadi dewa penolong bagi mereka. Betapa tidak, setiap saat para bandar atau pengedar siap memberikan batuan finansial kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kalau pun masyarakat tidak meminta bantuan, dengan senang hati para bandar memberikan bantuan. Sifat masyarakat yang tahu balas budi, suka menolong dan solidaritas sosial yang tinggi seperti yang disebutkan di atas dipahami betul oleh para bandar narkoba. Mereka kemudian "merekayasa" dengan memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat sehingga merasa berhutang budi kepada para bandar narkoba.
Karena telah termakan jasa, sangat wajar jika mereka kemudian memberikan perlindungan kepada bandar narkoba. Tentu saja, selain karena termakan jasa, mereka juga tidak ingin keuntungan ekonomi yang telah mereka nikmati saat ini hilang begitu saja lantaran para bandar diciduk oleh aparat. Faktor kelima, adanya kepentingan pihak luar. Keberadaan para bandar narkoba di Kampung Beting sebenarnya juga didukung oleh adanya kepentingan pihak luar.
Salah satu pihak yang berkepentingan adalah oknum aparat yang juga mengambil keuntungan dari para bandar. Sebagian besar responden mengakui bahwa ada sejumlah oknum aparat, bahkan pejabat yang menjadi pelindung para bandar.
Informan mengatakan bahwa ada aparat yang kebagian "sopoy" dari para bandar. Ada juga pejabat atau politisi yang mendapatkan dukungan dana kampanye saat mereka hendak mencapai suatu kedudukan politik. Faktor yang terakhir atau keeenam adalah pengaruh lingkungan. Masyarakat Kampung Beting Kota Pontianak merupakan masyarakat dengan mobilitas penduduk yang relatif tinggi. Kehidupan masyarakatnya juga mengikuti perkembangan zaman yang makin pesat.
Sikap terbuka akan hal-hal baru dalam modernisasi menyebabkan masyarakat Kampung Beting mudah mengikuti dan dipengaruhi. Maraknya tayangan televisi yang mempertontonkan kehidupan serba mudah dan enak juga turut memengaruhi masyarakat untuk ikut menirunya. Namun karena pendidikan yang rendah dan pekerjaan tidak ada, maka dengan mudah para anak muda tergiur jika ditawari menjadi kurir.
Mereka ingin hidup nyaman tetapi dengan cara yang instan. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum ada dua faktor utama penyebab perubahan sosial di Kampung Beting, yaitu faktor internal dari masyarakat dan faktor eksternal atau dari luar masyarakat.
Masuk dalam kategori faktor internal adalah kemiskinan, pendidikan, kehilangan tokoh, dan budaya. Sementara kepentingan luar dan pengaruh lingkungan masuk dalam kategori faktor eksternal. Hal ini sejalan dengan pandangan Soerjono Soekanto yang menyebutkan pada umumya sebab-sebab perubahan sosial ada yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar.
Dalam pandangan Featherstone dan Hannerz globalisasi telah menjadi kekuatan besar yang membutuhkan respon tepat karena ia memaksa suatu strategi bertahan hidup survival strategy dan strategi pengumpulan kekayaan accumulative strategy bagi berbagai kelompok masyarakat. Proses ini telah membawa "pasar" menjadi kekuatan dominan dalam pembentukan nilai dan tatanan sosial yang bertumpu pada prinsip-prinsip komunikasi padat dan canggih. Upaya Masyarakat Mempertahankan Diri dari Pengaruh Luar Tak dapat dipungkiri terjadinya perubahan sosial di Kampung Beting karena adanya faktor eksternal yang masuk dan memengaruhi sistem sosial di dalamnya.
Tentu saja sebagian masyarakat tetap berupaya tidak larut dalam pengaruh-pengaruh negatif yang datang dari luar dan menjadikan kampung mereka menjadi kampung yang berlabel negatif. Dalam konteks struktural fungsional, masyarakat akan melakukan berbagai bentuk inovasi terhadap berbagai bagian dalam sistem sosial sebagai upaya untuk tetap mempertahankan struktur masyarakat agar tidak berubah.
Ada sejumlah upaya yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Beting yang berupaya mempertahankan struktur yang ada dalam masyarakat. Berikut akan dijelaskan secara singkat upaya-upaya tersebut. Pertama, pendidikan di dalam keluarga. Meskipun kondisi lingkungan Kampung Beting saat ini kurang kondusif bagi tumbuh kembang anak, namun sebagian orang tua masih tetap bertahan tinggal di sana.
Bagi mereka yang paling menentukan bagi tumbuh kembang anak-anak mereka adalah pendidikan di dalam keluarga. Meskipun lingkungan tidak kondusif, jika pendidikan di dalam keluarga mampu berperan secara maksimal dalam medidik anak-anak, maka anak akan menjadi manusia yang lebih baik dan mampu bertahan dari pengaruh buruk lingkungannya. Beberapa keluarga berupaya semaksimal mungkin mengambil peran membekali anak-anak mereka dengan pendidikan di rumah, khususnya pendidikan agama. Orang tua juga membuat aturan yang ketat dalam mengatur waktu bergaul anak-anaknya di lingkungan.
Sebagian orang tua bahkan memutuskan untuk mengirim anak-anaknya menuntut ilmu di berbagai Pondok Pesantren di luar daerah khususnya ke Pulau Jawa. Tujuannya adalah agar anak-anak mereka memiliki bekal pengetahuan agama dan karakter yang kuat saat kembali. Tujuan lainnya adalah untuk menghindari pergaulan yang tidak baik di lingkungan Kampung Beting.
Hal yang lebih menarik lagi adalah para pengedar atau bandar narkoba sebagian memiliki kesadaran bahwa anak-anak mereka tidak boleh mengikuti jejak mereka sebagai pengedar atau bandar narkoba. Karena itu mereka mengirim anak-anaknya keluar daerah untuk sekolah.
Para pengedar narkoba ini juga memperhatikan pendidikan agama anak-anak dengan memasukkan mereka ke TPA atau belajar mengaji pada guru-guru mengaji yang masih tetap bertahan di Kampung Beting. Selain upaya-upaya yang dilakukan oleh segelintir orang yang memahami arti penting pendidikan di dalam keluarga, kesadaran kolektif masyarakat juga tumbuh. Bahkan terdapat sejumlah institusi di tengah masyarakat Kampung Beting yang berupaya melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan institusi-institusi lama yang diharapkan mampu mengimbangi pengaruh negatif dari luar.
Berikut ini beberapa bentuk upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mempertahankan istitusi-institusi penjaga nilai-nilai di dalam masyarakat Kampung Beting. Kedua, guru-guru mengaji. Sebagai sebuah kampung tua—setua Kota Pontianak—tradisi pembelajaran baca al-Quran secara tradisional masih bertahan di Kampung Beting.
Dalam proses pembelajarannya, sebagian besar guru mengaji masih menggunakan cara dan metode yang sudah ada secara turun temurun, yaitu metode mengeja huruf Arab dengan menggunakan buku al-Quran kecil. Namun ada juga beberapa guru mengaji yang sudah beralih menggunakan metode yang cukup baru, yaitu metode iqra' atau qiraati.
Dalam belajar membaca al-Quran biasanya para murid tidak dipungut biaya tertentu. Pembayaran menyesuaikan dengan kemampuan orang tua murid, atau bahkan tidak dengan biaya sama sekali. Hanya dalam waktu-waktu tertentu orang tua murid memberikan sesuatu sebagai imbal jasa kepada sang guru mengaji.
Berdasarkan hasil investigasi penulis di lapangan, terdapat belasan orang yang menjadi guru mengaji di Kampung Beting. Karena keterbatasan waktu, penulis belum sempat melakukan wawancara kepada para guru mengaji tersebut. Para guru mengaji tradisional ini merupakan salah satu institusi di masyarakat yang tetap berusaha mempertahankan tradisi dan nilai-nilai lama yang diharapkan mampu mengeliminasi pengaruh negatif dari luar.
Ketiga, Taman Pendidikan Al-Quran. Selain melalui para guru mengaji, anak-anak di Kampung Beting juga dapat belajar membaca al-Quran di Taman Pendidikan al-Quran. TPA yang terakhir ini telah eksis sejak tahun , namun proses pembelajarannya dilakukan di rumah Ahmad Jais.
Baru pada tahun , di saat Surau Ikhwanul Muslimin berdiri proses belajar mengajar dilakukan di Surau. Memang kondisi Surau Ikhanul Muslimin sangat memprihatinkan. Meskipun demikian, selain sebagai tempat shalat dan TPA, surau tersebut juga difungsikan sebagai Posyandu bernama "Nusa Indah". Keempat, kelompok-kelompok pengajian dan majelis taklim.
Upaya-upaya lain yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Beting dalam membentengi diri mereka dari pengaruh negatif dari lingkungan sosial adalah dengan mengadakan berbagai kegiatan keagamaan melalui sejumlah kelompok pengajian dan majelis taklim. Namun sayangnya, tidak ditemukan data tertulis dan pasti tentang jumlah kelompok pengajian dan majelis taklim yang ada.
Data-data berikut ini diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan para informan, dan bukan dari data tertulis dan resmi. Penelitian ini juga belum sampai pada melakukan investigasi ke setiap kelompok yang ada. Namun secara garis besarnya dapat digambarkan sebagai berikut. Salah satu kelompok pengajian yang cukup dikenal dan aktif mengadakan berbagai kegiatan adalah yang bernama "El-Betingqi" yang dipimpin oleh Ustadz Haidar. Kegiatannya cukup padat dan hampir setiap hari ada kegiatan.
Selasa malam setelah shalat Maghrib belajar fikih dengan pembimbing ustadz Haidar. Kegiatan kemudian dilanjutkan setelah shalat Isya untuk latihan seni marawis. Kamis malam mempelajari dan membaca maulid situddurar. Remaja Masjid Sultan Syarif Abdurrahman juga memiliki jadwal kegiatan yang cukup banyak dan dipusatkan di Masjid Jami'.
Yang menarik dari Jami'atul Tauhidiyah ini adalah telah mampu menyadarkan dan merehabilitasi sebanyak tiga orang pecandu narkoba. Bahkan ketiga orang tersebut rajin mengikuti berbagai kegiatan pengajian. Sementara kelompok Hubbun Nabi kegiatannya meliputi kegiatan majelis taklim dan seni marawis. Kelompok pengajian atau majelis taklim khusus ibu-ibu ada tiga kelompok, sedangkan untuk kelompok Yasinan dan Barzanji khusus laki-laki ada lima kelompok.
Untuk anak-anak ada TPA, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Selain itu ada juga kegiatan Barzanji, pemberantasan buta huruf Arab dan Latin bagi masyarakat Kampung Beting yang belum bisa membaca. Kegiatan berikutnya yang cukup penting adalah kelompok Shalawat Wahidiyah. Shalawat ini memiliki kegiatan rutin yang disebut dengan Yaumiyyah harian , Usbu'iyyah mingguan , Syahriyyah bulanan , Nishfu Tsanah setengah tahunan.
Menurut informasi dari pembinanya, Ahmad Jais, shalawat Wahidiyah ini sifatnya nasional se-Indonesia dan berpusat di Jawa Timur, dan bahkan terdapat di beberapa negara muslim lainnya. Dengan memperhatikan paparan di atas, jelas bahwa beberapa komponen di dalam masyarakat Kampung Beting seperti keluarga, lembaga pendidikan TPA, para guru mengaji dan kelompok pengajian atau majelis taklim melakukan fungsinya masing-masing secara konsisten.
Antara satu komponen dengan komponen lainnya saling memiliki keterkaitan sebagai suatu upaya mempertahankan struktur masyarakat Kampung Beting agar tidak berubah mengikuti pengaruh kriminalitas seperti peredaran dan penyalahgunaan narkoba, pencurian, penadah hasil curian, judi dari luar. Mengikuti konsep Merton tentang fungsi manifest dan fungsi laten, maka masing-masing komponen masyarakat tersebut memerankan fungsi manifesnya masing-masing sebagaimana disebutkan di atas.
Namun di balik fungsi manifestnya, mereka juga memerankan fungsi laten, yaitu sama-sama berusaha mencegah masyarakat terpengaruh oleh pihak-pihak luar, terutama para pengedar narkoba yang berusaha menanamkan pengaruhnya di masyarakat. Meskipun saat ini masyarakat Kampung Beting menghadapi pengaruh yang kuat dari para bandar narkoba yang ingin memanfaatkan keluguan dan ketertinggalan masyarakat, tetapi di sisi lain masyarakat masih berupaya mempertahankan jati diri mereka seperti dahulu yang menjadi pusat pengembangan budaya dan tradisi di kota Pontianak.
Oleh karena itu, adalah sesuatu yang dapat dipahami jika di Kampung Beting yang dipersepsi oleh orang luar sebagai sarang narkoba dalam kesehariannya tetap marak dengan kegiatan-kegiatan keagamaan dan pelestarian adat budaya dan tradisi lama. Hal tersebut adalah bagian dari usaha-usaha mempertahankan struktur masyarakat agar tidak berubah mengikuti selera para pengedar narkoba. Alternatif Dakwah Kontekstual Paparan di atas memberikan gambaran bahwa berdakwah di sarang kriminalitas seperti di Kampung Beting membutuhkan strategi yang tepat dan kontekstual.
Perlu penulis jelaskan bahwa hingga saat ini belum ada institusi yang mampu secara terstruktur, sistematis dan berkesinambungan melakukan dakwah memberikan pencerahan kepada masyarakat Kampung Beting. Hal ini disebabkan masyarakat selalu curiga kepada siapapun orang luar yang masuk ke kampung mereka. Mereka khawatir jika yang masuk adalah polisi yang menyamar untuk melakukan penggerebekan terhadap para bandar narkoba atau penjahat lainnya. Dengan karakteristik yang demikian, maka strategi yang tepat untuk berdakwah di sana adalah dengan menggandeng dan memberdayakan masyarakat Kampung Beting sendiri.
Tokoh-tokoh masyarakat harus digandeng dan diberi kesadaran agar bersedia terlibat memberdayakan masyarakatnya sendiri. Selain tokoh masyarakat, sangat penting untuk melibatkan kaum perempuan, karena mereka memiliki peran strategis dan penting dalam keluarga. Setelah para tokoh masyarakat dan kaum perempuan bersedia, maka ada dua hal yang perlu dilakukan.
Pertama: Penguatan institusi. Penguatan institusi-istitusi yang telah diupayakan masyarakat sebagaimana telah disebutkan di atas, yaitu pendidikan dalam keluarga, guru-guru mengaji, Taman Pendidikan Al-Quran, dan kelompok-kelompok pengajian dan majelis taklim. Seluruh institusi tersebut harus diperkuat dan diberdayakan secara bersama-sama sehingga bisa bersinergi saling menguatkan. Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah kemampuan ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah merupakan akar masalah kriminalitas.
Kedua hal mendasar ini dapat diatasi melalui pemberdayaan sumberdaya mereka sendiri. Selain memiliki semangat atau etos kerja yang tinggi, masyarakat Kampung Beting juga memiliki keterampilan pertukangan kaum lelaki dan membuat kue-kue tradisional kaum perempuan.
Modal dasar ini dapat dikembangkan agar mampu meningkatkan pendapatan keluarga. Untuk pengembangan kemampuan masyarakat dibutuhkan intervensi pihak luar. Kedua: Intervensi. Intervensi pihak luar dibutuhkan terutama untuk memberikan penguatan kepada institusi-institusi sebagaimana disebutkan di point pertama.
Ada beberapa bentuk intervensi yang dapat dilakukan oleh pihak luar. Institusi tersebut harus dimanfaatkan sebagai media menyampaikan pesan-pesan agama sekaligus memberikan keterampilan tambahan dalam konteks penguatan ekonomi keluarga. Keterampilan yang bisa diberikan seperti meningkatkan kualitas kue-kue tradisional hasil produksi para ibu rumah tangga sehingga mampu bersaing di pasaran yang lebih luas. Intervensi berikutnya adalah membuka jaringan kerja penguatan ekonomi keluarga warga Kampung Beting dengan pelaku usaha di luar.
Dalam konteks pemberian modal usaha, lembaga keuangan mikro syariah yang berada di sekitar lingkungan Kampung Beting juga dapat dilibatkan. Modal yang diberikan harus bersifat bergulir agar manfaat yang diperoleh bisa meluas dan merata ke seluruh masyarakat. Pentingnya keterlibatan perguruan tinggi seperti IAIN adalah agar dalam melakukan intervensi masyarakat Kampung Beting yang religius didekati dengan pendekatan agama dan budaya.
Ketiga: Revitalisasi budaya. Sebagai daerah yang mengiringi kelahiran Kesultanan Pontianak, Kampung Beting harus tetap dipertahankan sebagai pusat pelestarian dan pengembangan budaya Pontianak. Karena itu dibutuhkan kesadaran dan keterlibatan semua pihak, khususnya pemerintah daerah serta masyarakat untuk mengembalikan Kampung Beting kepada kesejatiannya.
Berbagai ekspresi budaya masyarakat harus diberikan ruang yang lebih luas untuk terus berkembang. Lembaga-lembaga seni budaya seperti kelompok hadrah, tari zapin, barzanji, marawis dan sebagainya harus tetap dijaga eksistensinya, bahkan perlu dipromosikan ke luar agar semakin dikenal masyarakat luas. Dalam realisasinya, generasi muda harus menjadi kelompok inti yang melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya Kampung Beting.
Demikian juga adat dan tradisi serta kearifan lokal Kampung Beting harus tetap dilestarikan dan dikembangkan. Dengan upaya revitalisasi budaya ini, diharapkan masyarakat kampung Beting memiliki daya tahan yang tangguh dalam menghadapi gempuran masuknya budaya luar, terlebih-lebih dalam konteks perkembangan budaya global. Sudah banyak para pelaku pengedar narkoba di sana yang di tangkap oleh pihak kepolisian beserta barang bukti narkoba. Para pelaku kriminalitas di sana tumbuh subur dan terbilang daerah angker rawan kejahatan.
Kawasan ini dianggap sebagai salah satu kantong peredaran narkoba di Kota Pontianak. Sehingga tak heran bila Kampung Beting di petakkan sebagai daerah rawan narkoba. Padahal Kampung Beting merupakan kawasan yang bersejarah di Kota Pontianak mengingat ada dua bangunan penting seperti keraton dan masjid. Pihak dari Pemerintah Kota Pontianak sudah bekerja keras untuk menghilangkan sentimen buruk masyarakat luar terhadap Kampung ini.
Kampung ini pernah di wacanakan menjadi kampung yang bernuansa islami agar kehidupan warganya dapat mengarah pada ajaran agama yang baik. Kampung Beting banyak rumah yang dapat di katakan jauh dari kata layak huni.